6 Taktik Media Sosial Yang Sudah Ketinggalan Zaman

Satu hal yang sering dilupakan seorang social media manager adalah terlalu patuh pada cara-cara lama yang dianggap sudah paling pakem. Padahal, dunia maya bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Makin parahnya, para pengelola media sosial ini tetap bersikukuh dengan metode mereka meskipun angka hasil dan penjualan tetap stagnan, atau malah merosot dari hari ke hari.

 

Penyebabnya bermacam-macam, bisa karena malas, bisa juga karena abai. Kesalahan yang amat besar, karena berbagai platform media sosial yang sukses jelas sudah bergonta-ganti metode pemasaran sejak pertama kali diluncurkan.

6 Taktik Media Sosial

Alasan lainnya adalah benar-benar tidak tahu. Nah, agar tidak ketinggalanm di bawah ini ada enam taktik media sosial yang sudah sewajarnya Anda tinggalkan. Simak baik-baik:

 

  1. Cuma Posting Link

Sangat dipahami apabila kita merasa bangga dengan website atau konten buatan kita.

 

Rasanya tidak sabar untuk membagikannya kepada orang lain, dan para followers Anda di media sosial boleh jadi juga tertarik pada isu atau produk yang Anda tawarkan.

 

Namun, apa jadinya jika media sosial Anda melulu hanya berisi link alias URL? Tentunya, itu bukan pemandangan yang elok bagi followers Anda. Lama-kelamaan, mereka akan berhenti mengikuti Anda di media sosial, dan itu jelas berpengaruh pada kelanjutan bisnis.

 

Tidak seorang pun sengaja berselancar di Internet cuma untuk dijejali iklan.

 

Daripada begitu, inilah yang sebaiknya Anda lakukan:

  • Seimbangkan antara postingan konten promosi produk Anda dengan postingan-postingan lain yang lebih umum dan terasa berguna bagi para pengikut Anda, termasuk membagikan konten-konten dari akun yang bukan kompetitor Anda. Tujuan Anda adalah membuat para pengikut Anda berpikir akun Anda membawa manfaat, bukan sekadar akun promosi.
  • Sisipkan juga postingan konten-konten yang tidak mengandung link, tapi juga berguna baik bagi Anda maupun para follower Anda. Hal-hal seperti tips-tips pendek, atau berbagi pikiran Anda akan sangat disukai oleh mereka. Khusus Facebook, langkah ini juga akan sangat penting mengingat algoritma mereka saat ini sangat memihak konten-konten yang paling mungkin menimbulkan “interaksi berarti” di antara para follower Anda.

 

  1. Setelah “Follow”, langsung “Pitch”

Siapa saja yang pernah menggunakan media sosial pasti pernah menemui kesalahkaprahan ini. Anda bertemu suatu akun yang tampak menarik, dan teman-teman Anda pun sudah banyak yang mem-follownya. Tanpa pikir panjang, Anda pun memfollownya. Hampir seketika setelah  Anda menekan Follow, akun itu langsung mengirimi anda pesan salam kenal dan promosi produk mereka.

 

Menyebalkan? Sebagian besar konsumen berpikir seperti itu. Bentuk interaksi demikian membuat pengguna merasa diprospek, bukan diajak berteman. Kesannya dingin, padahal media sosial adalah tempat berteman dan berbagi.

 

Bayangkanlah seperti bertemu seorang kawan baru di jalanan yang tiba-tiba menyodorkan kartu nama perusahaan pada Anda.

 

Agar tidak begitu, inilah yang sebaiknya lakukan:

  • Gunakan media sosial dengan cara sebagaimana mestinya: bangun hubungan kemitraan, bukan langsung menjual.
  • Beri perhatian lebih pada daftar follower baru dan jalin kedekatan dengan mereka sebelum berpikir untuk mengirimi pesan privat. Buka akun-akun mereka dan beri Like pada post-post mereka setiap hari. Makin baik lagi kalau Anda menambahkan komentar tulus ketika bisa.
  • Idealnya, tujuan Anda adalah mengubah para pengikut yang masih asing menjadi kawan, sehingga ketika tiba saatnya untuk menguji coba tawaran/pitch secara langsung, Anda tidak tampak seperti orang asing yang tidak tahu aturan.

 

  1. Memfollow Sebanyak-Banyaknya untuk Mendapatkan Follower

Ini praktik yang paling sering kita temui. Mendeteksinya mudah, cari saja akun yang jumlah Following dan Followernya hampir sama. Cara kerjanya memang seperti itu;  banyak sekali akun yang akan balik mengikuti jika kita memfollownya.

 

Pertanda lainnya adalah, biarpun jumlah follower dan followingnya ribuan, bahkan jutaan, tingkat engagementnya rendah. Hampir tidak ada interaksi yang berarti antara si pemilik akun dengan akun-akun lainnya.

 

Meskipun sejauh ini cara ini terbilang “sukses”, mengapa sebaiknya ditinggalkan?

 

Setidaknya ada dua alasan:

  • Pengguna media sosial dewasa ini lebih pintar. Mereka tidak akan menyia-nyiakan waktu untuk memfollow akun tidak jelas yang tahu-tahu memfollow mereka. Seperti yang dijelaskan di atas, pengguna yang melihat jumlah following dan follower yang berimbang, tapi akunnya tidak tampak “hidup”, akan berpikir sebuah Follow dari Anda tidak berdasar pada minat yang tulus.
  • Feed Anda jadi tidak keruan karena memfollow begitu banyak orang tanpa benar-benar memedulikan minat mereka. Akibatnya, Anda jadi jarang mengecek feed. Dan orang-orang tahu Anda tidak pernah mengecek feed, jadi untuk apa mereka memfollow balik seseorang yang kemungkinan besar tidak memedulikan mereka?

 

  1. Menggunakan Bot Auto-Engagement

Bot-bot auto-engagement, pada dasarnya, adalah perangkat yang memfasilitasi automasi tindakan seperti memberikan Like atau reshare konten-konten dari akun-akun yang Anda follow.

 

Mirip dengan taktik following sebanyak-banyaknya yang dideskripsikan di atas, tujuannya adalah memalsukan minat dan ketertarikan kita untuk mendongkrak keeksisan akun Anda dan menjalin kontak dengan para follower Anda, dengan harapan mereka juga akan balas memerhatikan Anda.

 

Dan seperti auto-follower pula, akun-akun bot semacam ini juga mudah dideteksi. Pernahkah Anda punya follower yang selalu memberikan Like, Reshare, atau sejenisnya pada apa pun postingan Anda dengan kecematan yang tidak masuk akal, seperti tiga detik setelah di-post misalnya? Nah bisa jadi, itulah bot.

 

Mengapa bot-bot ini harus berhenti Anda berlakukan? Inilah alasan-alasannya:

 

  • Seperti yang sudah disebut di atas, keberadaannya sudah mudah dideteksi. Pengguna media sosial sekarang lebih canggih dan waspada oleh trik-trik semacam itu, dan semakin sering mereka melihat bot Anda, semakin mereka merasa jengah dan menurunkan krediilitas serta reputasi brand Anda.
  • Feed Anda jadi berantakan. Banyak media sosial yang menggunakan engagement signal sebagai bagian dari algoritma untuk menentukan apa yang akan tampil di feed Anda. Jika Anda membuat kontak dengan segala hal, kinerja algoritmanya jadi tidak berguna.
  • Anda akan melewatkan kesempatan-kesempatan berharga seperti benar-benar melihat konten-konten yang muncul di feed Anda dan menjalin percakapan penting yang bisa benar-benar membantu melebarkanpengaruh dan kesempatan Anda.

 

Dan, inilah yang seharusnya Anda lakukan:

  • Buat kontak secara nyata. Memang, ini akan memakan waktu karena Anda jadi harus memantau feed, membaca konten-konten yang Anda rasa menarik, memberikan Like dan membagikan post-post yang benar-benar layak, dan memberikan komentar yang bermanfaat.
  • Jika Anda merasa itu hanya buang-buang waktu, coba pikir kembali untuk apa Anda berada di media sosial. Kalau alasan Anda adalah untuk mendapatkan reputasi, pengaruh, dan hubungan dengan orang lain, apa Anda pikir metode dengan bot bisa memberikan Anda hal-hal itu?
  • Kemas cara agar Anda bisa berselancar dengan lebih efisien dan menemukan post-post yang layak Anda sambangi. Di Twitter, fitur List bisa dimanfaatkan untuk membuat daftar orang-orang yang penting untuk Anda follow dan prioritaskan feed mereka.

 

  1. Terpaku pada Jam-Jam Tertentu

Pada hakikatnya, tidak ada yang salah dengan memosting konten hanya pada jam-jam ketika–menurut berbagai penelitian–sebagian besar orang yang mem-follow Anda sedang Online agar mereka bisa melihat update Anda.

 

Namun satu hal yang perlu diingat adalah itu hanya rata-rata. Penelitian itu merujuk pada rata-rata orang di dunia dan jam Online mereka, yang kemudian menjadi penentu ideal bagi kebanyakan pelaku bisnis dalam memasarkan kontennya. Dan, cacat terbesar dari strategi ini adalah sama saja mengasumsikan bahwa para follower Anda hanya orang kebanyakan.

 

Padahal, belum tentu hasil studi dan riset itu berlaku bagi para follower Anda. Ada baiknya Anda kenali dengan baik terlebih dahulu para follower Anda untuk mengetahui apakah mereka termasuk ke dalam tipe klasik orang kebanyakan. Penelitian-penelitian semacam itu mengambil sampel para pengguna Internet pada umumnya, tetapi bagaimana jika ternyata follower Anda berbeda?

 

Jangan kesampingkan kemungkinan itu.

 

Alih-alih, ini yang sebaiknya Anda lakukan:

  • Periksa apakah platform media sosial atau aplikasi yang Anda menggunakan bisa menunjukkan kapan para follower Anda online. Sepertu;
    • Facebook Insights bisa menunjukkan ini dalam Pages.
    • Followewonk dan aplikasi-aplikasi lain menunjukkan jam-jam paling aktif bagi para pengikut Twitter Anda masing-masing.
    • Beragam perangkat posting dan scheduling media sosial akan menunjukkan statistik hari-hari dalam seminggu/jam-jam ketika para follower Anda paling aktif.
  • Coba uji sendiri. Meskipun, untuk mendapatkan pemahaman yang akurat dengan cara ini butuh kerja keras. Coba jadwalkan posting di jam-jam yang berbeda di hari-hari yang berbeda dalam seminggu. Setelah Anda melakukannya untuk beberapa lama, Anda akan mulai melihat polaketika postingan Anda mulai memperoleh perhatian.

 

  1. Tidak Mengoptimalkan Konten Anda untuk Sharing

Para pembuat konten mungkin sudah jago masalah SEO, tapi tidak banyak yang memikirkan tentang optimasi opsi social sharing.  Dalam arti, membagikan isi konten kita ke platform media sosial lain.

 

Menurut data, dewasa ini konten untuk dibagi sudah banyak, tetapi social sharing malah semakin menurun di antara para pengguna media sosial. Ini berarti kesempatan bagi konten Anda untuk dibagi semakin sedikit daripada dulu.

 

Riset itu juga menyatakan bahwa semakin Anda membuat mudah pembagian konten ini, semakin besar kemungkinannya untuk dibagikan.

 

 

 

 

 

Jadi, apa yang harus dilakukan?

  • Pastikan jaringan media sosial mana saja yang paling aktif digunakan oleh para follower Anda, lalu tunjukkan ikon Share hanya untuk jaringan-jaringan ini.
  • Menariknya, semakin sedikit pilihan semakin bagus. Riset menunjukkan bahwa terlalu banyak pilihan–rentetan WhatsApp, Twitter, Facebook, Instagram, LINE, dan semua kawan-kawannya dalam satu opsi–justru membuat pengguna merasa terbebani, sehingga malah tidak membagikan sama sekali. Cukup beri sedikir pilihan, sekitar tiga atau empat.
  • Letakkan ikon Share di atas artikel atau postikan Anda, bukan di bawah. Biarpun terasa janggal, realitanya adalah orang jarang membaca sebuah artikel sampai habis, dan tombol Social di bagian teratas artikel mudah terlihat untuk dibagi.
  • Gunakan pullout dengan model klik-untuk Tweet, dengan kuotasi signifikan dari isi tulisan konten Anda sehingga pengguna bisa langsung menge-Tweetnya dengan satu tekan. Ada banyak plugins yang akan membantu Anda dalam hal ini.
  • Gunakan OpenGraph tagging. Perangkat ini akan membantu Anda menentukan dan mengontrol tampilan konten Anda yang dibagikan, termasuk teks bagi, URL, dan gambar di dalamnya. Banyak jaringan sosial yang mengenali perangkat OG Networks agar tidak tampak terlalu

 

 

Nah, enam taktik tadi sudah mengalami habis masa. Untuk mengimbangi arus bisnis masa kini yang bergerak tanpa henti, Anda juga tidak boleh berhenti berinovasi dan terpaku pada cara-cara lama. Sukses terus dan simak artikel-artikel kami yang lain.

 

 

Leave a Reply